Laporan wartawan KOMPAS Khaerudin
MEDAN, KOMPAS.com - Harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan orangutan (Pongo abelii ) yang mendiami kawasan Hutan Batang Toru di Sumatera Utara bisa punah dalam waktu dekat, jika Departemen Kehutanan tak segera menetapkan kawasan tersebut sebagai hutan lindung. Sebelumnya, tiga kabupaten, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Utara bersama Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sepakat mengajukan usulan perubahan status kawasan hutan Batang Toru menjadi hutan lindung.
Namun permintaan pemerintah daerah yang tertuang dalam usulan revisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44 Tahun 2005 tentang penunjukan kawasan hutan di Sumut, masih belum direspon Departemen Kehutanan. Dalam catatan kami ada 450 ekor orangutan yang mendiami hutan Batang Toru, sementara harimau tak ada catatan resminya. Tetapi satwa tersebut (harimau) dipastikan masih ada di sana. Kepunahan dua jenis satwa langka ini tinggal menunggu waktu, jika pemerintah tetap membiarkan hutan Batang Toru dirambah, ujar Asisten Direktur Divisi Pendidikan Yayasan Ekosistem Lestari
Tatang Yudha Komoro, Senin (12/10).
Tatang mengungkapkan, izin prinsip Departemen Kehutanan akan perubahan status hutan Batang Toru menjadi hutan lindung dinilai belum cukup. Satu sisi Departemen Kehutanan setuju kawasan ini dijadikan hutan lindung, tetapi di sisi lain Direktorat Jendral Penataan Kawasan Hutan malah memberikan RKU (rencana kerja usaha) PT Teluk Nauli yang memegang HPH di Batang Toru pada Maret 2008. Dengan RKU ini pemegang HPH bisa menerbitkan RKT (rencana kerja tahunan) dan RKL (rencana kerja lima tahun) untuk menebang kayu di Batang Toru, katanya.
Menurut Tatang, belum ditetapkannya Batang Toru sebagai hutan lindung membuat kawasan ini aman dari perambahan dan terbuka bagi eksploitasi oleh masyarakat. Kondisi ini yang menyebabkan, habitat harimau sumatera dan orangutan terus berkurang di Batang Toru. Padahal kawasan ini menjadi satu-satunya habitat harimau sumatera di Sumut, selain di Taman Nasional Batang Gadis (Mandailing Natal), katanya.
Tatang juga menuturkan, orangutan yang mendiami hutan Batang Toru juga diduga merupakan spesies yang berbeda dibanding hewan sejenis yang mendiami kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh dan sebagian Sumut). Orangutan Batang Toru sedikit lebih cerdas dibanding orangutan di TNGL. Orangutan di Batang Toru sudah menggunakan alat seperti kayu untuk mencari makanannya, kata Tatang yang bersama lembaganya memang mengkhususkan pada konservasi orangutan sumatera ini.
Selain mengancam keberadaan harimau sumatera dan orangutan, belum ditetapkannya Batang Toru sebagai hutan lindung juga mengancam daerah tangkapan air di blok barat kawasan tersebut. Tatang menjelaskan, blok barat kawasan hutan Batang Toru merupakan daerah tangkapan air untuk PLTA Sipan Sihaporas yang berkapasitas 60 megawatts.
PLTA ini dibangun dengan biaya sebesar Rp 2,4 triliun uang pinjaman dari Jepang. Debit air PLTA Sipan Sihaporas sangat tergantung pada keberadaan daerah tangkapan air di blok barat hutan Batang Toru. Padahal wilayah ini terus menerus mengalami ancaman perambahan, katanya.
Beberapa waktu lalu Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumut JB Siringoringo mengatakan, usulan revisi SK Menhut No.44/2005 tinggal menunggu presentasi Gubernur Sumut Syamsul Arifin di hadapan Menteri Kehutanan.
Jurnal Konvergensi PSAK ke IFRS
13 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar