Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Tampilkan postingan dengan label akuntansi internasional. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label akuntansi internasional. Tampilkan semua postingan

Jumat, 08 April 2011

REVIEW JURNAL

Struktur Meta Teori Akuntansi Keuangan

(Sebuah Telaah dan Perbandingan antara FASB dan IASC)

I Made Narsa

JURNAL AKUNTANSI DAN KEUANGAN

VOL. 9, NO. 2

NOVEMBER 2007 : 43-51


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk membahas struktur meta teori yang dipergunakan oleh FASB dan IASC dalam mengembangkan rerangka konseptual, menelaah perbedaan-perbedaan mendasar, menganalisis hambatan-hambatan yang dialami serta mengidentifikasi upaya-upaya yang harus dilakukan agar IFRS diterapkan oleh negara-negara anggota. Penelitian ini dilakukan dengan cara membandingkan rerangka dasar yang diatur dalam FASB dan IASC dan kemudian menganalisa hambatan yang timbul dengan adanya penerapan IFRS dan mengidentifikasikan bagaimana hambatan tersebut dapat diselesaikan.


LATAR BELAKANG

Perkembangan teknologi mengubah tatanan kehidupan manusia di berbagai bidang kehidupan, tak terkecuali akuntansi. Masalah dirasakan mulai muncul ketika dunia akuntansi mencoba menguraikan standar teori dan praktik akuntansi yang dapat digunakan secara internasional. Sangat diharapkan ada sebuah standar akuntansi yang dapat diterima oleh semua negara di dunia sehingga laporan keuangan yang dihasilkan memiliki daya keterbandingan yang lebih tinggi antar negara. Harmonisasi standar akuntansi keuangan ini terwujud dalam International Financial Reporting Standard (IFRS). Peranan penting dimiliki Financial Accounting Standard Board (FASB) dan International Accounting Standards Committee (IASC) sebagai badan penyusun standar akuntansi yang berlaku di Amerika Serikat, dimana banyak dijadikan tolok ukur dalam penyusunan standar akuntansi di banyak negara, baik secara langsung maupun modifikasi, untuk menjadikan IFRS menjadi acuan bagi dunia kuntansi internasional. Namun dalam prakteknya, upaya-upaya kearah harmonisasi internasional ini bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk itu, artikel ini bertujuan untuk membahas struktur meta teori yang digunakan oleh FASB dan IASC dalam mengembangkan rerangka konseptual, menelaah perbedaan-perbedaan mendasar, menganalisis hambatan-hambatan yang dialami serta mengidentifikasikan upaya-upaya yang harus dilakukan agar IFRS diterapkan oleh negara-negara anggota.


ANALISIS

Kedua struktur meta teori versi FASB dan IASC memiliki unsur-unsur yang mirip. Tetapi ada beberapa perbedaan prinsip dalam kedua model tersebut. Perbedaan terletak pada tujuan pelaporan keuangan, fokus utama tujuan pelaporan keuangan, dan asumsi yang mendasari penyusunan laporan keuangan (underlying assumption). Pembuatan standar akuntansi di IASC tidaklah melibatkan seluruh anggota yang jumlahnya sangat banyak, melainkan oleh beberapa negara yang yang disebut dengan nama G4+1 yang terdiri dari perwakilan badan-badan standar nasional dari negara Australia, Kanada, Selandia Baru, Inggris dan Amerika Serikat. Meskipun sebagian besar anggota IASC telah menyetujui IFRS, tetapi tidak semua negara anggota IASC menerapkan dinegaranya masing-masing. Oleh karena anggota G4+1 ini adalah negara-negara maju yang memiliki pasar keuangan yang canggih, maka kompromi-kompromi sangat sedikit terjadi. Hambatan muncul dimana negara-negara maju akan mendominasi pengembangan pasar keuangan.

Radebaugh (1975:41) mengemukakan bahwa banyak sekali faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pengembangan tujuan, standar, dan praktik akuntansi yang mencakup delapan faktor, yang secara umum kedelapan faktor tersebut ada di setiap negara, tentu dengan tingkatan dan karakteristik yang sangat berbeda. Hambatan lain yang muncul adalah adanya perbedaan kebutuhan dan keinginan antara negara maju dengan yang belum maju.



KESIMPULAN

FASB dan IASC dalam menyusun standar sama-sama berbasis pada meta teori akuntansi keuangan, yang menempatkan tujuan pelaporan pada tingkat paling tinggi. Selain itu juga terdapat beberapa perbedaan antara rerangka konseptual tersebut kedua badan tersebut. Dalam praktek penerapan IFRS ternyata mengalami hambatan yang sangat serius, karena banyak sekali terdapat perbedaan antar negara-negara anggota, baik dalam konteks sosial budaya, hukum, ekonomi, politik, pendidikan, sistem pemerintahan, system pajak, dan lain sebagainya.

IASC harus mengupayakan pengakuan dari International Organization of Securities Commissions, supaya perusahaan-perusahaan yang melakukan cross-border listing menggunakan IFRS. Hal ini dapat mendorong perusahaan-perusahaan multinasional untuk melakukan listing di mancanegara. Hal lain yang dapat dilakukan IASC adalah melakukan restrukturisasi badan penyusun standar untuk mendorong kemandirian baik dari segi dana maupun operasional.


sumber :
http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting

Jumat, 01 April 2011

The Power Of Football

"Sebelum pertandingan, seluruh keluarga besar sepak bola di Eropa harus berdiri dan bersatu di dalam stadion pekan ini. Kita harus menunjukkan simpati mendalam dan dukungan penuh kepada masyarakat Jepang."

Inilah perintah Presiden UEFA Michel Platini yang diwujudkan dalam bentuk a minute's of silencesebelum laga Liga Champion dan Liga Europa tengah pekan ini.

Platini mengajak anggotanya terus mendukung masyarakat Jepang agar tetap kuat menghadapi tragedi yang mengerikan itu.

"With you Japan". Melalui layar kaca, sungguh saya merasakan kekuatan sepak bola yang menembus segala batas. Pertandingan UEFA Champions League yang dimainkan Selasa dan Rabu, serta UEFA Europa League pada Kamis yang di gelar di Benua Eropa ditujukan untuk mendukung korban tsunami dan gempa bumi di negara Kaisar Akihito.

Di Stadion Anfield, ketika Liverpool menjamu Braga dalam duel Liga Europa (17/3), kita bisa melihat berbagai spanduk dan syal bertuliskan tanda simpati kepada Jepang.

Makna kalimat sakti "You'll Never Walk Alone" pun bak janji kepada masyarakat Jepang bahwa mereka tidak sendirian menanggung derita.

Melalui sepak bola, kita diajak untuk merasakan duka mendalam korban bencana di Negeri Matahari. Seperti halnya sumbangan aktris Hollywood Sandra Bullock sebesar 1 juta dolar Amerika, dunia diminta bersatu meringankan beban masyarakat di sana.

Gempa bumi berkekuatan 9 skala richter yang menimbulkan gelombang tsunami mencapai 10 meter bukan perihal biasa. Duka Kota Sendai jelas mengingatkan kita akan bencana serupa yang melanda Aceh dan Nias pada Desember 2004 dengan kekuatan 9,3 skala richter.

Kepedulian sepak bola terhadap bencana kemanusiaan menunjukkan kekuatan lain olah raga ini. Sadar turnamen miliknya ditonton banyak manusia di muka bumi, UEFA memainkan peran sosial dengan mendorong kepedulian terhadap korban bencana tsunami di Jepang.

Sepak bola telah berulang kali membuktikan mampu menggerakkan orang banyak, menyatukan mereka, baik itu pria dan wanita, anak-anak dan orang tua. Football sudah menunjukkan kekuatanteam work, dan kebersamaan itu dapat menghadirkan persatuan serta perdamaian.

Masih ingat kerusuhan di negara ini, khususnya di Ibu Kota, pada Mei 13 tahun lalu? Diawali krisis finansial dan tragedi Trisakti, Jakarta seperti kota mati dan penuh dengan kekerasan. Duka menyelimuti bangsa kita, isak tangis dan teriak minta tolong bak nyanyian Ibu Pertiwi.

Tapi lihatlah apa yang sepak bola berikan untuk mengobati luka kita. Sejak 10 Juni hingga 12 Juli 1998, FIFA menyediakan penawar sakit bernama Piala Dunia yang digelar di Prancis. Memang tidak menghilangkan sakit atau mengembalikan nyawa yang hilang, tapi sepak bola sungguh meredam gejolak yang bisa menambah parah Indonesia.

Sontak, perhatian yang terpusat ke Prancis menjadi alat perekat bangsa yang sungguh rentan terpecah-belah.

Sejumlah tokoh di Republik Demokratik Kongo juga sadar apa yang sepak bola bisa berikan untuk menyatukan bangsa mereka. Perang saudara berlangsung berkepanjangan sejak 1998 telah menghancurkan infrastruktur dan perekonomian negara tersebut.

Sebuah badan bernama Football Inter Communautaire (FIC) mengerti betul kekuatan yang dimiliki sepak bola. Salah satu program mereka bernama "How to use the power of football to educate youth and communities."

Ratusan orang yang berbeda sikap dan paham di Kongo terbukti bisa menikmati pertandingan sepak bola secara bersama-sama dalam sebuah stadion. FIC menyatukan komunitas berbeda dengan memakai kekuatan sepak bola.

Oh ya, seperti apa jawaban Anda bila ditanyakan, "Apakah satu dari sedikit kesamaan antara anak-anak Arab dan yahudi?"

Pernah mendengar nama Forsan Hussein? Anak lelaki ini lahir dan dibesarkan di lingkungan Arab yang tertutup di Israel (sebanyak 20% populasi Arab ada di Israel). Ia hanya mengerti bahasa Arab dan berteman hanya dengan anak-anak di lingkungannya yang tertutup itu.

Suatu ketika, saat Forsan berusia 10 tahun, ia keluar dari kelompoknya dan bertemu anak-anak Yahudi yang bercakap-cakap dengan bahasa yang tak ia mengerti.

Tapi anak-anak itu dengan cepat menyatu dalam "perbincangan" memakai bahasa sepak bola. Ya, bermain dengan si kulit bundar menghancurkan perbedaan itu.

"Ketika anak-anak bermain dalam sebuah tim, mengoper bola di antara mereka, saling memberi dukungan demi tujuan mencetak gol, mereka mematahkan rintangan dan membangun persahabatan kekal," ujar Forsan Hussein yang ketika dewasa bekerja di Soccer for Peace, sebuah yayasan di New York yang rutin mengorganisasikan pemusatan latihan sepak bola bagi anak-anak Arab dan Yahudi.

Bisakah Anda membayangkan setiap Sabtu keluarga Arab dan Yahudi duduk memberi dukungan kepada tim yang sama?

Itulah kekuatan sepak bola. Masih ingat cerita bagaimana Mahatma Gandhi dan Nelson Mandela memakai football sebagai alat perdamaian dan pemersatu bangsa?

Lalu, kenapa energi dan perhatian kita belakangan ini terkuras oleh pertikaian di dunia sepak bola Tanah Air? Kenapa the power of football di Indonesia pemakaiannya berbeda? #


sumber : Weshley Hutagalung, BOLA

Dari Jual Listrik, PLN Raup Rp 102,9T

Penulis: Evy Rachmawati | Editor: Erlangga Djumena

Jumat, 1 April 2011 | 14:10 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com —PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) membukukan pendapatan dari penjualan listrik mencapai Rp 102,9 triliun pada tahun 2010. Hal ini berarti ada kenaikan 14,2 persen dibandingkan angka pendapatan dari penjualan listrik tahun sebelumnya sebesar Rp 90,2 triliun.

Demikian disampaikan Direktur Keuangan PT PLN Setyo Anggoro Dewo dalam jumpa pers, Jumat (1/4/2011) di Kantor Pusat PT PLN, Jakarta. Menurut Dewo, kinerja operasi PLN tahun 2010 menunjukkan angka perbaikan dibandingkan tahun sebelumnya.

Dalam neraca konsolidasi dan laporan laba rugi konsolidasi tahun 2010 terlihat pendapatan dari penjualan tenaga listrik meningkat 14,2 persen. Peningkatan ini di antaranya karena ada kenaikan jumlah pelanggan tahun 2010 sebesar 2,3 juta pelanggan dan kenaikan volume penjualan dari 134,58 giga watt hour (GWh) menjadi 147,297 GWh.

Penambahan jumlah pelanggan dan volume penjualan itu tidak lepas dari komitmen PLN selama tahun 2010 untuk menuntaskan daftar tunggu serta melayani semua permintaan sambungan listrik berapa pun daya yang diminta.

Namun, peningkatan jumlah pelanggan itu juga menyebabkan penambahan produksi energi listrik dan memicu peningkatan konsumsi bahan bakar.

Tahun 2010 PLN mencanangkan gerakan bebas pemadaman bergilir di berbagai daerah. Hal ini juga menaikkan konsumsi bahan bakar sehingga terlihat biaya bahan bakar meningkat dari Rp 76,2 triliun di tahun 2009 menjadi Rp 84,2 triliun.

Beban usaha atau biaya operasi naik 10,2 persen dibanding tahun sebelumnya dari Rp 135 triliun menjadi Rp 149 triliun. Sementara itu, bauran energi pada tahun 2010 adalah bahan bakar minyak yang turun 23 persen pada tahun sebelumnya menjadi 20 persen.

Sementara bahan bakar gas naik dari 22 persen pada tahun 2009 menjadi 24 persen. ”Curah hujan yang lebih banyak sepanjang tahun 2010 juga menyebabkan kontribusi pembangkit air di dalam bauran energi naik dari 7 persen pada 2009 menjadi 10 persen pada 2010,” kata Direktur Energi Primer PT PLN Nur Pamudji.

Perbaikan bauran energi dari ketiga jenis bahan bakar itu secara optimal bisa mengisi kekurangan dari rencana produksi pembangkit batu bara akibat mundurnya jadwal operasi Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Indramayu, PLTU Rembang, dan PLTU Suralaya ke April 2011.

Kamis, 03 Maret 2011

KONVERGENSI PSAK 2 TENTANG LAPORAN ARUS KAS KE IFRS

I. PENDAHULUAN

Ketika perkembangan teknologi mengubah dunia internasional ini menjadi sebuah global village, negara-negara seolah tanpa batas (borderless). Era ini populer dengan nama globalisasi. Di sinilah masalah mulai dirasakan oleh banyak negara. Dalam konteks akuntansi maka munculah akuntansi internasional yang mencoba menguraikan teori dan praktik-praktik akuntansi yang berlaku secara internasional. Harmonisasi standar akuntansi keuangan dalam wujud International Financial Reporting Standard (IFRS) berlaku secara internasional, dan dalam proses penyusunannya faktor politik dan kondisi ekonomi menjadi tidak relevan. Dalam hal ini, sangat diharapkan ada sebuah standar yang dapat diterima oleh semua negara di dunia. Dengan adanya standar yang diterima secara internasional, diharapkan laporan keuangan memiliki daya keterbandingan yang lebih tinggi antar negara. Tentu saja upaya-upaya kearah harmonisasi internasional ini bukanlah pekerjaan mudah.

Keadaan ini juga berpengaruh terhadap Akuntansi di Indonesia. Melihat keadaan dan kebutuhan negara Indonesia dan dengan tujuan untuk mendorong semakin terciptanya transparansi yang bisa dimengerti dan memiliki standar yang sama dengan negara-negara lain, maka IAI melakukan harmonisasi dengan standar keuangan internasional, dimana nantinya semua negara akan berpedoman pada standar ini untuk semakin mendorong transparansi laporan keuangan dan bisa dimengerti oleh semua pihak, dalam hal ini khususnya mengenai informasi keuangan dari suatu unit usaha, maka oleh Komite Ikatan Akuntansi Indonesia dengan penelitian yang bertahun-tahun yang telah dilakukan mengambil langkah yang matang untuk memasukkan laporan arus kas sebagai laporan utama pengganti laporan sumber dan penggunaan dana. Karena laporan ini dianggap lebih memberikan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh pemakai laporan. Sampai saat ini IAI telah banyak melakukan harmonisasi dengan standar internasional, harmonisasi ini dimulai sejak tahun 1994 dan proses revisi terhadap standar keuangan telah dilakukan sebanyak enam kali, yaitu tahun1 Oktober 1995, 1 Juni 1996, 1 Juni 1999, 1 April 2002, 1 Oktober 2004 dan 1 September 2007. Proses revisi terhadap standar keuangan ini juga terjadi pada PSAK No. 2 tentang Laporan Arus Kas

II. PEMBAHASAN

Laporan Arus Kas

Informasi tentang arus kas suatu perusahaan berguna bagi para pemakai laporan keuangan sebagai dasar untuk menilai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas dan menilai kebutuhan perusahaan untuk menggunakan arus kas tersebut. Dalam proses pengambilan keputusan ekonomi, para pemakai perlu melakukan evaluasi terhadap kemampuan perusahaan dalam menghasilkan kas dan setara kas serta kepastian perolehannya . Tujuan Pernyataan ini adalah memberi informasi historis mengenai perubahan kas dan setara kas dari suatu perusahaan melalui laporan arus kas yang mengklasifikasikan arus kas berdasarkan aktivitas operasi, investasi maupun pendanaan (financing) selama suatu periode akuntansi.

PSAK 2 tentang Laporan Arus Kas

PSAK 2 mengatur tentang perlakuan laporan arus kas dimana pernyataan tersebut mencakup pengaturan mengenai komponen, pengakuan, pengukuran, penyajian dan pengungkapan laporan arus kas dalam laporan keuangan.

Dampak Konvergensi IFRS

Konvergensi IFRS adalah salah satu kesepakatan pemerintah Indonesia sebagai anggota G20 forum, Hasil dari pertemuan pemimpin negara G20 forum di Washington DC, 15 November 2008 secara prinsip-prinsip G20 yang dicanangkan sebagai berikut:

1. Strengthening Transparency and Accountability

2. Enhancing Sound Regulation

3. Promoting integrity in Financial Markets

4. Reinforcing International Cooperation

5. Reforming International Financial Institutions.

Dengan adanya konvergensi ke IFRS, maka aturan-aturan yang sudah ada dalam PSAK dan sudah diatur didalam IFRS maka akan dicabut. Kendala-kendala yang dihadapi dalam harmonisasi PSAK ke dalam IFRS

1. Dewan Standar Akuntansi yang kekurangan sumber daya

2. IFRS berganti terlalu cepat sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih dilakukan, pihak IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut.

3. Kendala bahasa, karena setiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia dan acapkali ini tidaklah mudah.

4. Infrastuktur profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi IFRS banyak metode akuntansi yang baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan.

5. Kesiapan perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS.

6. Support pemerintah terhadap issue konvergensi.

Manfaat Konvergensi IFRS secara umum adalah:

a. Memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).

b. Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi.

c. Menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara global.

d. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan.

e. Meningkatkan kualitas laporan keuangan, dengan antara lain, mengurangi kesempatan untuk melakukan earning management

Pada 1 Januari 2010, terdapat Penghapusan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK) dalam PSAK 2 yang meliputi pencabutan terhadap PSAK 41 mengenai Akuntansi Waran dan terhadap PSAK 43 mengenai Akuntansi Anjak Piutang. Kemudian pada 1 Januari 2011, secara efektif mulai diberlakukan PSAK 2 terbaru mengenai Laporan Arus Kas yang mengacu pada IAS 7 mengenai Statement of Cash Flow, kecuali untuk paragraf 53, 54 dan 55 IAS 7 mengenai tanggal efektif awal dan tanggal efektif dari amandemen atas IAS 7.


Referensi :

http://www.sai.ugm.ac.id/site/images/pdf/ifrs.pdf

http://akuntansibisnis.wordpress.com/2011/01/06/perkembangan-konvergensi-psak-ke-ifrs/